Manfaat Ilmu Tasawuf dalam Kehidupan


Manfaat Ilmu Tasawuf dalam Kehidupan

Menurut Hussein Nashr sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, bahwa paham sufisme mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat (termasuk masyarakat Barat), karena mereka merasakan kekeringan batin. Mereka mulai mencari-cari di mana sufisme yang dapat menjawab sejumlah masalah tersebut. 

Perlunya tasawuf dimasyarakatkan dalam pandangan Komaruddin Hidayat terdapat tiga tujuan.

Pertama, turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual. 

Kedua, mengenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun di kalangan masyarakat non-Islam. 

Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam, yakni sufisme adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain dalam ajaran Islam. 

Dalam kaitan itu Nashr menegaskan arti penting tarikat atau jalan rohani yang merupakan dimensi kedalaman dan esoteric dalam Islam, sebagaimana syari’at berakar pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. 

Ia menjadi jiwa risalah Islam, seperti hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar. Betapapun ia tetap merupakan sumber kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan dalam Islam.

Menjadi suatu kenyataan nilai-nilai spiritualitas mendapat tempat yang semakin lirik dalam masyarakat modern dewasa ini. 

Fenomena ini menunjukkan krisis besar yang melanda umat manusia tidak akan dapat diatasi dengan keunggulan iptek sendiri dan kebesaran ideologi yang dianut oleh negara-negara terkemuka. 

Ideologi sosialisme komunisme telah gagal. Ideologi kapitalisme-liberalisme juga dianggap goyah dan rapuh. Dalam hal ini kemudian agama dilihat sebagai harapan dan benteng terakhir untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran yang mengerikan. 

Di sinilah letaknya arti penting manfaat Ilmu Tasawuf dalam kehidupan. 

Tasawuf merupakan aspek ajaran Islam yang mewariskan etika kehidupan sederhana, zuhud, tawakkal, kerendahan hati, nilai-nilai kesabaran dan semacamnya. 

Sedangkan dunia modern lebih banyak dimuati pemujaan materi, persaingan keras disertai intrik tipu daya, keserakahan, saling menjegal antar sesama, tidak mengenal halal haram, dan sebagainya. 

Ternyata efek kehidupan dunia modern yang mengarah pada dunia glamor ini tidak menenangkan batin. Sehingga trend kembali kepada agama nampaknya lebih berorientasi spiritualisme.

Trend kembali kepada agama ternyata lebih mengarah pada nilai-nilai spiritualisme, bukan religius formal yang konvensional. 

Annemarie Scimmel dalam bukunya Mystical Dimension of Islam mengakui bahwa masyarakat modern tampaknya enggan terikat dengan agama-agama formal. Mereka lebih tertarik dengan meditasi, dzikir, dan olah rohani lainnya dibanding dimensi ritual, moral dan sosial pada agama - agama tertentu. Lihat Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), cet. III, h. 375.

Nampaknya dunia sekarang sepakat bahwa sains harus dilandasi etika, namun karena etika pun akarnya pemikiran filsafat, maka masalah etika pun masih mengandung masalah. 

Untuk itu yang diperlukan adalah akhlak yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al Hadits. Oleh sebab itu, tasawuf menjadi pilihan, karena bentuk kebajikan spiritual dalam tasawuf telah dikemas dengan filsafat, pemikiran, ilmu pengetahuan dan disiplin kerohanian tertentu berdasarkan ajaran Islam. 

Nilai-nilai spiritual yang digali dari sumber formal, seperti Al-Qur’an, Al-Hadits, dan dari pengalaman keagamaan atau mistik telah dikembangkan para sufi sebelumnya.

Dunia sekarang mendambakan kedamaian hidup. Bukan saja kedamaian rumah tangga, antar tetangga dan kelompok masyarakat, dan stabilitas nasional, tetapi sampai pada kedamaian internasional. Untuk itu implementasi tasawuf di zaman modern ini hendaknya diletakkan secara proporsional. 

Dengan maksud dalam zaman modern ini orientasi kesufian sebaiknya diarahkan untuk dapat berkembang seiring dengan modernitas.

Dalam arti pengembangan tasawuf disesuaikan dengan perkembangan zaman dengan diutamakan hidup bersih dari noda-noda kemaksiatan, dan berusaha untuk berprilaku sesuai dengan norma-norma agama jangan terjerumus dalam perbuatan dosa dan barang-barang yang haram.

Reinterpretasi dan kontekstualisasi nilai spiritual sufisme akan semakin bermakna bilamana ditampilkan pada tataran yang aplikatif dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep ikhlas dan cinta misalnya, akan menjadi sarat makna apabila nilai sufistik ini diamalkan dalam seluruh aspek kehidupan sosial kemasyarakatan, baik dalam dunia politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. 

Korupsi, kolusi, nepotisme, kerusuhan dan perselisihan antar sesama anak bangsa serta berbagai penyakit sosial lainnya dengan sendirinya secara berangsur-angsur menjadi berkurang andaikata sejak dini konsep ini dimasyarakatkan.
Alangkah indahnya sesama kita  memulai suatu pekerjaan dengan keikhlasan, menjalin hubungan antar sesama dengan rasa cinta karena Allah
Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan ialah dapat mengamalkan secara aplikatif nilai-nilai spiritual di tengah dinamika modernitas kehidupan manusia. 

Dalam hal ini kesufian tidak mutlak diasosiasikan dengan penyendirian dan pertapaan untuk menyatu dengan Tuhan, tetapi penyucian diri bagi setiap orang yang terlibat dalam dunia modern. 

Sufi masa modern adalah orang yang mampu menghadirkan ke dalam dirinya nilai-nilai Ilahiyah yang memancar dalam bentuk perilaku yang baik dan menyinari dalam kehidupan sesama manusia. Inilah pemahaman hadits Nabi SAW, bahwa sebaik - baik manusia ialah manusia yang paling bermanfaat bagi sesama manusia (HR. Imam Bukhori).

Untuk mengamalkan praktek kesufian dalam arti penyendirian dengan tujuan menyatu dengan Tuhan, tampaknya kurang relevan dengan modernitas yang mengharuskan adanya hubungan antar pribadi dan kelompok manusia dalam membangun peradaban modern yang cirinya adalah pemanfaatan iptek dan pendayagunaan sumber daya secara maksimal serta kemakmuran kehidupan. 

Untuk itu diperlukan orientasi baru berupa penghadiran nilai-nilai Ilahi dalam perilaku keseharian kita, sehingga peran agama yang menghendaki kesucian moral tetap terasa sangat perlu di abad modern ini.

Dengan demikian tasawuf di abad modern tidak lagi berorientasi murni kefanaan untuk menyatu dengan Tuhan, tetapi juga pemenuhan tanggung jawab kita sebagai khalifah Tuhan yang harus berbuat baik kepada sesama manusia dan sesama makhluk.

Dengan kata lain, tasawuf tidak hanya memuat dimensi kefanaan yang bersifat teofani, tetapi juga berdimensi kemashlahatan, kebaikan, dan nilai-nilai manfaat bagi dunia dan seisinya.

Untuk kaitan ini memang tidak disangkal, bahwa dalam Tasawuf terdapat segi-segi manfaat di samping itu terdapat (mengandung) aspek-aspek mudarat. 

Dari segi mudarat, ialah karena ada kalangan yang membawa orang menjadi sesat atau musyrik, ada pula kalangan yang membawa orang menjadi apatis, mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat ramai (tidak peduli lingkungan) dan secara mutlak memandang dunia ini sebagai tempat kotoran dan merusakkan; padahal ini merupakan tempat beramal, bekerja, dan berjuang untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat. Lihat K. Permadi,Op.Cit., h. 4-5.

Blog : Surau Tingga || Judul : Manfaat Ilmu Tasawuf dalam Kehidupan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar