Hakikat ( Ajaran - Ajaran Dalam Tasawuf )


Hakikat ( Ajaran - Ajaran Dalam Tasawuf )

Hakikat, Istilah ini sudah dibahasa-Indonesiakan berasal dari bahasa Arab “Haqiqat” yang berarti, “kebenaran”, “kenyataan asal” atau  “yang sebenar-benarnya”. Kebenaran dalam hidup dan kehidupan, inilah yang dicari dan ini pulalah yang dituju. 

Dalam kesempurnaan sistem kebenaran ditunjang oleh petunjuk untuk dapat memahami syari’at.

Dalam pandangan Syekh Zainuddin bin Ali al-Malibary, bahwa hakikat sesungguhnya merupakan sarana sampainya maksud (ma’rifat) dan penyaksian dalam hati dengan keterbukaan yang sempurna. 

Bahkan selanjutnya dikatakan bahwasanya hakikat adalah sampainya tujuan yaitu penglihatan (ma’rifat) kepada Allah Yang Maha Suci dan Agung serta penyaksian cahaya tajalli. 

Menurut terminologi, hakikat dapat didefinisikan sebagai kesaksian akan kehadiran peran serta ke-Tuhan-an dalam setiap sisi kehidupan. 

Hakikat adalah kesaksian terhadap sesuatu yang telah ditentukan dan ditakdirkan-Nya serta yang disembunyikan dan ditampakkanNya. 

Selanjutnya dikatakan hakikat bersumber dominasi kreativitas Al-Haq.

Ismail Nawawi mengutip Ustadz Ali Ad-Daqaq bahwa surat al-Fatihah ayat 4, ”Hanya pada-Mu kami menyembah” merupakan manifestasi dari syari’at. 

Sedangkan surat al-Fatihah ayat 5, ”Hanya kepada-Mu kami memohon” merupakan jelmaan pengakuan penetapan hakikat.

Kebenaran bukan hanya terletak pada akal pikiran dan hati, tetapi juga pada “rasa”, yakni rasa-jasmani yang dapat dirasakan dengan rasa pahit, manis, asam, asin, dan sebagainya. 

Ada yang disebut rasa rohani yang dapat merasakan gembira, sehat, bingung, ceria, dan sebagainya. 

Pada diri manusia terdapat rasa ruhani (rasa yang penuh cahaya), di sinilah kebenaran dengan istana kebebasan dan cinta kasih yang hakiki. 

Tatkala thariqat telah dijalani dengan kesungguhan, dan memegang segala syarat rukunnya, akhirnya bertemu dengan hakikat.

Hakikat merupakan kebenaran sejati sebagai akhir dari perjalanan, sehingga tercapai musyahadat nur al-tajalli atau terbukanya nur yang ghaib bagi hati seseorang.

Pada intinya, hakikat adalah keadaan si salik pada tujuan ma’rifat billah dan musyahadah nur al-tajali. 

Dengan demikian hakikat tujuannya membuka kesempatan kepada salik mencapai maksudnya, yaitu mengenal Tuhan dengan sebenarnya.

Ilmu hakikat juga dalam realitas syari’at adalah Ilmu Rububiyah dan merupakan realitas dari ubudiyah.

Ilmu hakikat itu pada dasarnya dapat disimpulkan dalam tiga jenis pembahasan, 

Pertama, hakikat tasawuf, 
ini diarahkan untuk membicarakan usaha-usaha membatasi syahwat dan mengendalikan duniawi dengan segala keindahan dan tipu dayanya.

Yang termasuk ajaran-ajaran pokok dalam hakikat tasawuf adalah: 
  1. Sakha (sifat yang menunjukan kebaikan) berpedoman kepada akhlak Nabi Ibrahim a.s., 
  2. Ridha berpedoman  kepada Nabi Ishak, a.s., 
  3. Sabar berpedoman kepada Nabi Ayyub a.s, 
  4. Isyarah, berpedoman kepada N. Yahya a.s. putra Nabi Zakaria a.s. 
  5. Ghurbah (pengasingan) berpedoman kepada Nabi Yusuf a.s. 
  6. Memakai Suf (wol) berpedoman kepada Nabi Musa a.s 
  7. Siahah (pengembaraan) berpedoman kepada Nabi Isa. A.s. dan 
  8. Faqr (kemiskinan) berpedoman kepada Nabi Muhammad SAW.
Kedua, hakikat ma’rifat, 
yaitu mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya dengan sungguh-sungguh dalam pekerjaan sehari-hari, dan menjaga kesucian akhlak. 

Ketiga, hakikat al-haq, 
yaitu puncak hakikat yang dinamakan hadrat al-wujud. 

Hakikat ini memberi batas kepada zat dan hakikat Muhammadiyyah serta memberi makna hakikat yang mukminat dalam ilmu Tuhan.

Sebagian sufi mengatakan bahwa hakikat itu merupakan segala penjelasan tentang kebenaran sesuatu, seperti syuhud asma Allah dan sifat-sifat-Nya; demikian pula memahami rahasia-rahasia al-Qur’an dan kandungannya serta memahami ilmu-ilmu ghoib yang tidak diperoleh dari seorang guru.

Selanjutnya dijelaskan oleh Hasani Arif  Billah, bahwa untuk mencapai hakikat ditentukan oleh empat hal, yang intinya yaitu: 
  1. baik buruknya atau sehat tidaknya kondisi jiwa atau hati, 
  2. sabar dalam kesibukan untuk mencapainya dengan berbagai amaliah yang diridhoi-Nya, 
  3. munajat dengan hukum Ilahi sehingga mampu mendekatkan diri kepada-Nya, dan 
  4. mendapatkan taufiq dari Allah dan ditunjukkan jalan yang buruk sehingga dapat menghindarinya
Dengan demikian Ilmu Hakikat merupakan bagian ilmu batin yang kondisinya adalah terbaik bagi salik yang dimanifestasikan dalam waspada (muhasabah), mawas diri (muroqobah), mahabbah, roja’, khouf, rindu (al-Syauq), dan intim (al-Uns).

Menurut Imam Ghazali bahwa intim (al-Uns) merupakan rasa suka dan kegembiraan pada kalbu tatkala disisipkan baginya kedekatan (al-Qurb) kepada Allah, keindahan dan keparipurnaanNya. 

Dengan istilah lain intim adalah sifat merasa selalu berteman, dan tak pernah merasa sepi. 

Contoh berikut ungkapan yang melukiskan uns: 
”Ada orang yang merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan kekasihnya, sebab sedang dimabuk cinta.”
Oleh karena itu antara syari’at, thariqat, dan hakikat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Blog : Surau Tingga || Judul : Hakikat ( Ajaran - Ajaran Dalam Tasawuf )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar