Shalihul Mu’minin Adalah Gelar Bagi Para Waliyullah


Shalihul Mu’minin Adalah Gelar Bagi Para Waliyullah
Shalihul Mu’minin Adalah Gelar Bagi Para Waliyullah 
Sejak zaman dahulu sebagian orang membenarkan adanya orang-orang pilihan dari golongan orang-orang shalih yang mempunyai kedudukan istimewa di sisi Allah yang disebut dengan waliyullah

Setiap orang mu’min niscaya mencita-citakan dirinya untuk menjadi shalih dan mengharapkan khusnul khatimah (akhir hidup yang baik) serta terhindar dari su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek). 

Akan tetapi tidak semudah yang kita bayangkan, perjalanan ke sana penuh liku, menurun dan mendaki. Banyak rintangan, gangguan, dan hambatan sebagai batu ujian.

Dalam hal ini melalui tingkatan dan perjalanan hidup sebagai muslim, mukmin, mushlih (shalih), muhsin, mukhlis, dan muttaqin dengan senantiasa mengharap taufiq, hidayah, rakhmat, dan ridha Allah, serta ampunannya, insya Allah cita-cita itu terkabul.

Istilah shalihul mu’minin yang merupakan gelar bagi waliyullah terdapat dalam surat al-Tahrim ayat 4:
“Kalau kamu berdua (hai Mafsah dan Aisyah) taubat kepada Allah, maka sesungguhnya (berarti) hati kamu condong (kepada kebaikan); dan jika kamu berdua menyusahkan dia (Muhammad SAW), maka sesungguhnya Allah itu ialah Penolongnya dan Jibril dan Mu’minin yang baik (shalihul mu’minin), dan selain itu, malaikat jadi penolongnya”.
Keshalihan orang-orang mukmin terlihat dalam kehidupannya dengan nilai-nilai ibadah, baik ibadah mahdhah maupun ghair mahdhah. 

Ajaran ibadah dalam Islam merupakan realisasi dari keyakinan (keimanan) kepada Allah SWT. Hal itu merupakan kehidupan yang ideal bagi penganutnya yang secara representatif telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. 

Dalam kaitan ini ditunjukkan secara tegas dengan firman Allah yang mengatakan, 
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku”. (QS. 51:56). 
Demikian pula dalam shalat, karena shalat merupakan bagian integral dari ibadah mahdhah, karena mempunyai kedudukan yang menentukan dalam Islam. 

Pada hari perhitungan di hadapan Allah SWT, (pada hari kiamat nanti) amal shalih seorang muslim atau mu’min tidak dapat dihitung sebelum penghitungan nilai ibadah shalatnya selesai.

Kehidupan orang-orang mu’min yang shalih (shalihul mu’min) dalam meraih nilai-nilai kebaikan dari amal shalih-nya adalah untuk mencapai ridha Allah. 

Untuk mencapai hal tersebut tentunya didasari dengan keimanan dan keikhlasan yang merupakan pondasi dalam memperoleh keridhaan-Nya. 

Oleh sebab itu ibadah shalat merupakan penentu terhadap eksistensi ibadah-ibadah lainnya baik dalam jajaran ibadah mahdhah (shalat, zakat, puasa, dan haji) maupun dalam ibadah ghair mahdhah, yakni porsi seluruh kehidupan individu dan kehidupan sosial bermasyarakat yang dilandasi karena untuk keridhaan Allah SWT dengan niat yang suci (ikhlas). 

Hal ini berarti ibadah shalat dan ajaran ibadah mahdhah lainnya dalam aspek ritual merupakan aspek penentu bagi aspek sosial. 

Pemahaman ini dapat dilihat dalam salah satu ayat Al Qur'an: 
Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar”. (QS. 29:45). 
Selain itu, dalam suatu hadits disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia (HR. Ahmad). 

Dengan melaksanakan ibadah yang lebih intens sehingga terjalin hubungan yang qarib dengan Khaliq

Semangat taqarrub ilallah adalah kunci terbukanya hidayah Allah untuk kita dan terbukanya pintu kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.

Dari serangkaian pembahasan di atas, dapat disimpulkan hal - hal sebagai berikut : 

1. Waliyullah adalah orang yang beriman dan bertakwa, barang siapa yang memenuhi hakikat keimanan dan ketakwaan dengan intens (kontinyu) dan istiqomah berarti ia termasuk waliyullah (kekasih Allah). 

2. Eksistensi (keberadaan) para waliyullah itu memberi teladan yang baik bagi kehidupan manusia dan Allah mengadakan mereka untuk membuat burhan nabawi dan sebagai sarana untuk memanifestasikan tanda-tanda kebenaran agama Allah senantiasa nampak di muka bumi. 

3. Keistimewaan waliyullah adalah: 
  • Mendapatkan karunia Allah berupa ketenangan jiwa (QS. 48:4). 
  • Menjadi hamba Allah yang memperoleh karunia-Nya berupa kebaikan-kebaikan bagi dirinya dan bagi umat manusia (QS. 3:164). 
  • Mempunyai sumber kekuatan iman yang melekat pada dirinya (QS. 74:31 dan 48:4). 
  • Dalam menghadapi problematika kehidupan diberi kemudahan oleh Allah (QS. 65:2 dan 4). 
  • Mempunyai semangat hidup dalam membela kebenaran dan keadilan di muka bumi (QS. 9:111 dan 57:25). 
  • Menjadi manusia pilihan (al-Mushathafun) (QS. 27:59 dan 22:75). 
  • Lapang dada dalam menempuh bahtera kehidupan (QS. 2:155-156). 
  • Menjadi kekasih Allah yang mendapat perlindungan dari-Nya (QS. 2:257). 
  • Istiqamah Dalam menjalankan ketakwaan (QS. 41:30). 
4. Di antara sikap dan perilaku waliyullah yaitu: 
  • Teguh (bersikap lurus) keimanannya. 
  • Melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. 
  • Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai dari pada cinta kepada yang lainnya. 
  • Tegas terhadap orang kafir dan bersikap rendah (kasih sayang) kepada orang muslim. 
  • Berjihad dengan harta dan jiwa raga di jalan Allah. 
5. Yang termasuk dalam kategori kekasih Allah adalah para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. 

Nabi adalah orang yang menerima wahyu dari Allah berkenaan dengan syari’at agama dan kalau dia disuruh Allah untuk menyampaikannya kepada umat maka dia menjabat nabi sekaligus sebagai rasul. 

Shiddiqin adalah orang-orang yang sangat teguh kepercayannya kepada kebenaran, yakni benar dalam hal keyakinan, perkataan, dan perbuatannya. 

Syuhada adalah orang-orang yang bersaksi akan kebenaran agama Allah, persaksiannya itu terkadang dengan hujjah dan keterangan, dan terkadang pula dengan berperang di medan tempur. 

Sedangkan shalihin adalah orang-orang yang jiwa dan amalnya sesuai dengan fitrah; perbuatan baiknya mengalahkan perbuatan buruknya sehingga tingkah laku mereka merupakan amal shalih yang diridhai Allah.

PENUTUP

Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 

Objek kajiannya adalah perbuatan manusia dan norma (aturan) yang dijadikan untuk mengukur perbuatan dari segi baik dan buruk. 

Pembentukannya secara integral melalui rukun iman dan rukun Islam. 

Rukun Iman bertujuan tumbuhnya keyakinan akan ke-esaan Tuhan (unity of God) dan kesatuan kemanusiaan (unity of human beings). 

Kesatuan kemanusiaan menghasilkan konsep kesetaraan sosial (social equity). 

Rukun Islam menekankan pada aspek ibadah yang menjadi sarana pembinaan akhlak, karena ibadah memiliki fungsi sosial. 

Dalam menghadapi problematika kehidupan, diantara caranya adalah dengan mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. 

Untuk pengkajiannya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penelitian dan pengembangan dalam Ilmu Pengetahuan Agama Islam. 

Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan untuk mengembalikan kembali dalam kajian-kajian akhlak tasawuf Islami ke sumber yang pokok yaitu Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabawi. Kemudian menghilangkan praktek-praktek yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. 

Dengan demikian sudah semestinya kajian-kajian tentang akhlak dan tasawuf  perlu diajarkan dalam lembaga-lembaga pendidikan formal, informal, dan non-formal. 

Untuk itu dalam pendidikan dan pengajarannya disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan kemampuannya sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Blog : Surau Tingga || Judul : Shalihul Mu’minin Adalah Gelar Bagi Para Waliyullah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar