Tentang Maqamat dan Ahwal


Maqamat dan Ahwal 
Maqamat. Maqamat adalah jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah.

Maqamat merupakan bentuk jamak mu’annats dari kata maqam yang  secara bahasa berarti kedudukan, pangkat, dan derajat. 

Dalam pandangan Ath-Thusi sebagaimana dikutip oleh Rosihan Anwar dan M. Alfatih bahwa maqamat adalah kedudukan hamba (salik) dalam perjalanannya menuju Allah SWT melalui ibadah, kesungguhan melawan rintangan (al-mujahadat), dan latihan-latihan rohani (ar-Riyadhah).

Di antara tingkatan maqamat adalah: taubat, zuhud, wara’, faqir, sabar, tawakkal, dan ridho. Secara umum pemahamannya sebagai berikut:

1) Taubat, yaitu memohon ampun disertai janji tidak akan mengulangi lagi. 

2) Zuhud, yaitu meninggalkan kehidupan dunia (dalam hal kemaksiatan) dan mengutamakan kebahagiaan di akhirat. 

3) Wara’, yaitu meninggalkan segala yang syubhat (tidak jelas halal haramnya). 

4) Faqir, yaitu tidak meminta lebih dari apa yang sudah diterima. 

5) Sabar, yaitu tabah dalam menjalankan perintah Allah SWT dan tenang menghadapi cobaan. 

6) Tawakkal, yaitu berserah diri padaqadadan keputusan Allah. 

7) Ridho, yaitu tidak berusaha menentang qada Allah. 

Dalam konsep tasawuf, usaha mendekati Tuhan itu dilakukan melalui beberapa maqamat (fase). 

Yang dimaksud di sini adalah kedudukan hamba di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam amaliah ibadah, mujahadah, riyadhah, dan terputus dari selain Allah. 

Maqamat itu menurut sebagian pendapat antara lain: taubat, wara’i, zuhud, ridha, sabar dan tawakkal.

Seorang hamba tidak akan menaiki dari satu maqam ke maqam lainnya sebelum terpenuhi hukum-hukum maqam tersebut. 

Sebagai contoh: siapa yang tidak bertobat, maka tidak sah untuk ber-zuhud. Dalam teori yang lain disebutkan, bahwa rangkaian maqam yang mesti dilalui seorang salik, yaitu : taubat, zuhud, syukur, sabar. Ridha, tawakkal, khalwah, shuhbah, dan dzikir.

Para ahli tasawuf  berbeda pendapat mengenai susunan tingkatan-tingkatan maqamat (station-station). 

Dalam kaitan ini, Abu Nashr as-Sarraj ath-Thusi dalam kitab Al-Luma’ fi al-Tashawwuf,  menyebutkan tujuh macam secara berurut, yaitu: taubat, wara’, zuhud, faqr, sabar, tawakal, dan ridha.
Dalam Versi Lain  Runtutan Maqamat itu adalah :
Abu Hamid al-Ghazali merangkai susunan sebagai berikut: taubat, sabar, faqr, zuhud, tawakal, mahabbah, ma’rifat, dan ridla. 

Beliau sebenarnya tidak secara eksplisit menjelaskan urutan-urutannya. Dalam bahasan ini Imam Ghazali menyebutkan dalam kitabnya Ihya ’Ulumuddin, jilid IV.

Dari sekian perbedaan jumlah dan susunan maqamat itu, dimana perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan pengalaman rohaniah masing-masing ulama sufi. 

Sebagai perjuangan pendakian menuju Tuhan, mungkin awal dan akhir diketahui, tetapi jumlah dan perincian yang sesungguhnya dari tiap langkah yang harus diambil serta ciri-ciri utama jalan yang ditempuh bergantung pada si pendaki sesuai pengalaman kerohaniannya. 

Namun  hal ini menunjukkan adanya kesepakatan dalam penempatan awal maqam dengan menempatkan maqam taubat pada urutan pertama. 

Ini membuktikan bahwa untuk memasuki perjalanan rohani menuju Tuhan, station pertama yang harus dimasuki adalah pintu taubat yang di dalamnya berlangsung proses penyucian jiwa dari segala kotoran.

Ahwal. Teori lain yang hampir sama dengan maqamat yaitu hal (Pluralnya ahwal). 

Yang dinamakan hal adalah apa yang didapatkan orang tanpa dicari (hibah dari Allah SWT). 

Ahwal, secara bahasa berarti keadaan. Yang dimaksud adalah keadaan jiwa mutasawwifin sekaligus menandai tingkat pencapaian mereka dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, melalui riyadhah dan mujahadah sepanjang perjalanan spiritualnya. Sedangkan dalam maqamat didapatkan dengan dicari (diusahakan). 

Dengan kata lain hal itu bukan usaha manusia, tetapi anugerah Allah setelah seorang berjuang dan berusaha melewati maqam tasawuf. 

Yang termasuk ahwal antara lain: perasaan dekat, cinta, takut, harap, rindu, yakin, dan puas terhadap Tuhan, serta tentram dan musyahadah (perasaan menyaksikan kehadiran Tuhan).

Hal dimaknai sebagai sebagai tingkat derajat spiritual yang semata-mata anugerah Allah SWT. 

Itulah sebabnya, ahwal lebih memiliki makna dan fungsi tentang keadaan-kondisi kerohanian yang bersifat temporer, tanpa ikhtiar diri, dan lebih merupakan anugerah khusus dari Allah SWT, meskipun ia tidak bisa dilepaskan dari upaya yang sungguh-sungguh untuk menjalani kehidupan kerohanian.

Keadaan inilah yang merupakan bonus dari Sang Maha Kuasa untuk kebaikan hamba-Nya yang sholih. 

Dalam pandangan Harun Nasution sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan sedih/menangis, takut, senang, dan sebagainya. 

Oleh karena itu ada istilah-istilah lain yang termasuk kategori hal, yaitu al-muraqabat wa al-qurb, al-khouf wa al-roja (takut dan penuh harap), at-tuma’ninah (perasaan tenang dan tentram), al-musyahadat (menyaksikan dalam pandangan batin), al-yaqin (penuh dengan keyakinan yang mantap), aluns (rasa berteman), at-tawadlu’ (rendah hati dan rendah diri), at-taqwa (patuh), al-wajd (gembira hati), asy-syukr (berterima kasih), dan ikhlas. 

Al-qurb, yaitu keadaan jika seorang sufi yang timbul semacam ma’rifat kepada Allah. 

Keadaan tersebut selanjutnya akan melahirkan aktifitas amal perbuatan, baik dilakukan oleh anggota badan atau pun hati, keadaan ini merupakan kesibukan menyebut/ mengingat Allah serta senantiasa mengincar-Nya.

Al-Muhasibi mengaitkan antara khouf dan roja dengan etika beragama. Barang siapa yang memiliki keduanya maka ia telah terikat dengan etika-etika beragama. 

Hal ini karena pangkal ta’at adalah wara’, sedangkan pangkal wara’ adalah taqwa, dan pangkal taqwa adalah muhasabat al-nafs, dimana keadaan ini berpangkal pada al-khouf wa al-roja. 

Dengan demikian antara maqamat dan ahwal merupakan dua prinsip dalam kajian tasawuf yang tidak bisa dipisahkan. 

Maqamat dengan usaha dan kerja keras yang maksimal, kemudian hasilnya merupakan anugerah dari Allah SWT berupa perasaan dan keadaan - keadaan (ahwal) yang dialami oleh seorang salik menuju Tuhannya.

Blog : Surau Tingga || Judul : Tentang Maqamat dan Ahwal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar