Ilmu Laduni Merupakan Buah Ma'rifat, Cinta dan Rindu


Ilmu Laduni Merupakan Buah Ma'rifat, Cinta dan Rindu
Ilmu Laduni Merupakan Buah Ma'rifat, Cinta dan Rindu
Ketika orang sedang kasmaran dengan sang kekasih misalnya, refleksi klimaks keasyikan yang terjadi, kerapkali memunculkan pengertian dan pemahaman yang tidak terduga. 

Pemahaman itu bentuk wujudnya ternyata pengalaman-pengalaman hidup yang sangat berkesan, luas, unik, serta sukar dilupakan. 

Yang demikian itu apabila diteliti dengan cermat dan mendalam, secara mendetail dan terperinci, apalagi ketika pengalaman-pengalaman itu kadang-kadang ternyata berupa teori-teori tentang cinta—bahkan cinta seorang hamba kepada Tuhannya, padahal dia belum pernah sama sekali belajar tentang ilmu cinta, baik dengan membaca maupun mendengar, dari manakah gerangan datangnya pemahaman itu? 

Padahal setiap pemahaman adalah ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dikatakan Ilmu Laduni manakala pemahaman hati yang turun seketika itu menyangkut kaitan urusan rahasia ketuhanan. 

Bahkan jauh lebih dalam dari itu. Dalam rangka seorang salik mencari hakikat makna cinta, terkadang refleksi kerinduan yang terpendam akan sang kekasih, oleh sang perindu dijadikan sebagai tambang inspirasi dan sumber ilham. 

Alam kerinduan itu dimasuki dan ditelusuri dalam bentuk pencarian-pencarian secara ruhaniah. Maka yang asalnya tidak mengerti menjadi mengerti dan yang asalnya tidak faham menjadi memahami.  

Demikian itu artinya:  
"Bahwa gelora kerinduan api Cinta telah menjelma menjadi sumber energi yang panasnya telah membakar sekat dan merontokkan hijab serta menembus dinding-dinding pembatas. Lalu sorot matahati menjadi tajam sehingga membuka situs-situs yang bertebaran di alam maya pada ruhaniah. Dengan itu, maka rahasia-rahasia kehidupan menjadi terbongkar dan kejadian-kejadian yang belum terjadi terkuakkan. Rahasia keadaan diri seseorang, keadaan alam sekitarnya, dan bahkan tentang urusan rahasia Ketuhanan. Itu bisa terjadi, manakala potensi tersebut dikondisikan dengan jalan mujahadah yang terbimbing, maka seorang hamba akan mendapatkan sumber Ilmu Laduni, sehingga menjadikan seorang hamba mengenal alam sekitarnya dan mengenal Tuhannya". 
Seorang perindu bersair:
"Ketika berjalan dengan kakinya Sepi, tertatih-tatih  
Ketika berjalan dengan telinganya Bersama angin bersama burung Riang bernyanyi menyambut pagi 
Ketika berjalan dengan kepalanya Gunung-gunung bercerita 
Rumput bernada Senandungkan lagu cinta 
Ketika berjalan dengan hatinya Maka menjadi rindu  
Kepada bulan kepada matahari Menjadi abadi Memancar dari dalam pribadi 
Ketika bercerita tentang cinta bagaikan guru cinta. 
Berjuta lirik tercipta, beribu puisi teruntai, semua indah, 
Padahal tidak ada sekolah jurusan ilmu cinta. 

Itulah api cinta ketika bergelora Dari tambang pengembaraan ruhaniah 
Ketika api itu larut bersama sinarnya 
Membakar sekat dan hijab Menembus dinding akal dan fikir 
Membuka situs-situs Lauh Mahfud Maka, ruh membaca dan akal menyimpan data 

Ketika kerinduan telah mereda 
Dan buramnya pandangan mata telah sirna Data-data yang ada di situs itu 
Ternyata tempatnya telah berpindah
Untaian kata-kata di atas merupakan sebuah i'tibar, bahwa, disaat arus kerinduan manusia sedang menggelora, suatu potensi bisa terjadi. 

Refleksi kerinduan tersebut ternyata mampu membangkitkan tambang energi yang memancar dari akal dan fikir kemudian membakar hijab dan merontokkan sekat yang menyelimuti rongga dada dan menutupi matahati. 

Dengan izin Allah hal tersebut menjadikan matahati seorang salik mampu menembus Alam Malakut. Yakni alam dimana rahasia kejadian "Alam Azaliah" dapat dilihat (dirasakan) secara hakiki, alam ghaib yang didalamnya terdapat perbendaharaan rahasia urusan Ketuhanan yang semestinya hanya Wahyu yang berhak mengabarkannya.     

Alam azaliah itu adalah alam ruhaniah yang terletak di dalam dimensi ruang-waktu yang berbeda dengan alam lahir atau alam kasat mata ini, alam dimana suatu saat pernah dikatakan kepada anak Adam saat ruhnya akan ditiupkan ke rahim ibunya, Allah mengabarkannya dengan firman-Nya: 
"Bukankah Aku Tuhanmu", dan calon anak Adam itu menjawab: "Ya Engkau adalah Tuhanku dan aku bersaksi". 
Alam azaliah itu sejatinya alam nyata pula bahkan masanya juga masih semasa dengan alam kasat mata ini, namun oleh karena keberadaannya di luar dimensi alam lahir ini maka kebanyakan manusia tidak mengenalinya. 

Padahal dalam kondisi nyata pula sesungguhnya setiap saat manusia dapat memasuki alam azaliah itu dengan mudah. 

Baik siang maupun malam mereka bisa memasuki melalui pintunya yaitu tidur, yakni ketika manusia sedang bermimpi di dalam tidurnya. 

Namun, oleh karena tidurnya itu tidak pernah dipersiapkan dan dikondisikan dengan pengenalan dan perencanaan yang matang, maka meski setiap hari mereka telah keluar masuk alam ghaib tersebut dengan mudah, sedikitpun mereka tidak dapat mengambil kemanfaatan yang berarti darinya.  

"Alam ruhaniah" itu bagaikan samudera seperti juga "alam akal" dan "alam fikir", akan tetapi keberadaan dua samudera yang berbeda itu dibatasi dengan "Barzah" (dimensi ruang-waktu). 

Hanya dengan urusan dan ilmu Allah, disaat-saat tertentu sesuai kehendak-Nya, kedua samudera itu dibiarkan dapat saling bertemu. 

Hal tersebut kabarkan Allah dalam QS. 55; Ayat 19-20 yang artinya; 
"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu antara keduanya ada batas yang tidak dapat dilampaui oleh masing-masing".
Itulah bagian dari rahasia alam mimpi, oleh karena itu, 45% dari urusan rahasia alam kenabian (wahyu) dikirimkan melalui alam mimpi.  

Manakala interaksi kerinduan antara sesama makhluk saja mampu membangkitkan power yang sanggup membakar hijab dan merontokkan sekat yang menyelimuti rongga dada sehingga sorot matahati manusia mampu menembus tabir dimensi alam ruhaniah, yakni dimensi dimana perbendaharaan "Ilmu Ladunniyyah Robbaniyyah" tersimpan secara rahasia, apalagi jika yang terjadi itu adalah klimaks interaksi yang disumber pancarkan antara Nur langit dan Nur bumi. 

Klimaks kerinduan seorang hamba yang sedang berdzikir untuk melahirkan rasa cinta kepada Sang Pemberi kehidupan cintanya itu sendiri, yakni Allah, maka tentunya energi yang dahsyat itu akan mampu menghasilkan "dzikir balik", menghasilkan interaksi dua dzikir yang datang dari dua alam yang berbeda. Interaksi antara munajat seorang hamba dan ijabah dari Tuhannya. 

Sehingga apa saja yang dikehendaki oleh seorang hamba segera terwujud, demikian itu yang dijanjikan Allah dengan firman-Nya, hal tersebut karena munajat sang pecinta telah mendapatkan ijabah dari Junjungan yang selalu menampakkan diri di pelupuk matahatinya.   

Interaksi dua dzikir itu bisa terjadi karena sesungguhnya sang Matahari selalu siap memancarkan sinar-Nya pada titik kulminasi dan sang pendaki telah siap pula menerima pancaran sinar tersebut meski dalam pendakian itu dia hanya mampu mencapai batas dua alam yang terpisah. 

Adakah yang mampu menghalangi pancaran sinar matahari ketika sedang memancarkan sinar penuhnya itu? 

Oleh karenanya, manakala terjadi keadaan seperti itu, dimana seorang hamba sudah menjulurkan tangannya ke langit untuk memanjatkan do‘anya kepada Tuhannya, namun dia tidak juga mampu menerima pancaran sinar ijabah itu, maka barangkali ada awan mendung yang menghalangi. 

Penghalang itu tidak lain adalah daki dosa dan kerak kesalahan yang telah menghijab rongga dada bagaikan karat yang menempel di dinding hati, sehingga menghalangi pancaran nur hidayah Allah tersebut. 

Serupa dengan hati orang kafir, yang tidak juga mau beriman, meski tanda-tanda kebesaran Allah setiap hari tampak di depan pelupuk matanya. 

Sebab, hati itu telah diliputi awan gelap yang berlapis-lapis hingga mereka tidak kuasa keluar dari dinding gelap yang melingkupinya. Allah telah menyatakan hal itu dengan firman-Nya: 
"Seperti orang yang serupa dengan dirinya, di dalam kegelapan yang tidak dapat keluar dari padanya". (QS. 6; 122) 
Untuk menjaga hal tersebut supaya tidak terjadi, maka setelah orang beriman mampu membuka pintu imannya, sebelum memasuki pintu-pintu yang berikutnya, terlebih dahulu hendaklah mereka mampu merontokkan hijab-hijab dan penyakit ruhani yang menutupi matahati. 

Adapun hijab yang terbesar dan terkuat dalam hidup ini adalah kehidupan itu sendiri, padahal hidup tidak boleh dihilangkan, apalagi dimatikan, makanya orang harus mampu mengatur kehidupannya dengan baik dan benar. 

Untuk itulah agama diadakan, Nabi dan Rasul diutus di muka bumi dan kitab-kitab langit diturunkan. 

Diturunkan sebagai sunnah yang harus dijalani agar seorang hamba dapat mengenal Penciptanya. 

Ketika hati manusia telah bersih dari segala kotoran basyariyah, maka hati itu bagaikan kaca yang siap menerima pantulan sinar matahari, selanjutnya tinggal bagaimana kaca itu mengkondisikan diri guna dapat disinari sinar matahari yang selalu menunggu dan siap memancarkan sinarnya dari titik kulminasi.  

Ketika seorang hamba melaksanakan mujahadah dan riyadlah di jalan Allah, mereka mengharapkan apa saja yang bisa diharapkan dari-Nya, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, maka pengharapan itu bagaikan pengharapan kaca terhadap sinar matahari. 

Oleh karenanya, ketika pengharapan itu mampu dipancarkan dengan hati bersih, bebas dari penyakit - penyakit basyariyah yang mengotori, maka sebesar pengharapan tersebut dengan izin-Nya seorang hamba akan menerima pancaran sinar yang sepadan dan bahkan lebih besar lagi.  

Itulah "interaksi nuriyah" antara Sang Pencipta dengan hamba-Nya, merupakan sunnatullah yang sejak diciptakan tidak akan pernah ada perubahan lagi untuk selamanya, bahkan juga merupakan hukum sebab-akibat. 

Yakni jika sebabnya mampu dibangun oleh seorang hamba dengan sempurna maka akibatnya akan didatangkan oleh-Nya dengan sempurna pula. 

Allah menegaskan hal itu dengan firman-Nya; 
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) -Ku.". (QS. al-Baqoroh (2); 152)
Dan firman-Nya yang lain: 
"Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu". (QS. al-Baqoroh (2); 40) 
Sumber yang memancarkan energi kehidupan universal itu hakikatnya adalah Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang berkehendak membangkitkan kehidupan di muka bumi bersama seluruh perangkat dan sarananya, seorang hamba tinggal memilih mengharapkan kehidupan yang mana. 

Manakala mereka mengharapkan kehidupan ilmu pengetahuan dan imannya, maka mereka akan mendapatkannya sesuai dengan apa yang dituju dengan tanpa ada pengurangan sedikitpun dari-Nya. 

Allah  berfirman: 
"Dan Dia telah memberikan kepadamu dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya". (QS. Ibrahim (14); 34) 
Untuk supaya pemberian-pemberian tersebut sampainya sesuai dengan yang diharapkan, maka seorang hamba terlebih dahulu harus menentukan langkah dan pilihan, itulah amal. 

Yaitu dengan bersungguh-sungguh menempuh jalan (thariqah) yang diyakini dengan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan, itupun juga merupakan sunnatullah. 

Oleh karena itu yang terpenting adalah ilmu (teori)nya, kemudian ditindaklanjuti dengan cara (praktek) yang benar. 

Untuk itulah guru yang ahli dibutuhkan dalam perjalanan seorang salik. Guru tersebut berfungsi sebagai pembimbing dan petunjuk jalan supaya perjalanan yang dilakukan seorang salik dapat tertuju kepada sasaran yang tepat dan benar serta tahapan demi tahapan pencapaian yang terprogram dapat terselesaikan sesuai ketetapan. 

Jika perjalanan itu dilakukan tanpa didasari ilmu dan bimbingan yang benar, maka jangan sekali-kali ada orang berharap mendapatkan hasil dari apa saja yang bisa diusahakan. 

Blog : Surau Tingga || Judul : Ilmu Laduni Merupakan Buah Ma'rifat, Cinta dan Rindu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar