Dasar-dasar Akhlak Islami


Dasar-dasar Akhlak Islami

Eksistensi manusia sebagai makhluk, tentu harus berhadapan pula dengan realitas lain yaitu Sang Khalik (yang menciptakan manusia). 
Dasar-dasar Akhlak Islami
Memahami manusia dari apa yang dihasilkannya membawa konsekuensi untuk memahami struktur kehidupannya dalam suatu sistem kebudayaan, sebagai suatu usaha memahami seluruh kegiatan manusia dalam kesatuan yang organis.

Mustafa Zahri menukil pendapat Imam Ghazali bahwa tujuan perbaikan akhlak itu ialah dalam rangka membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur Cahaya Tuhan. 

Urgensi akhlakul karimah merupakan hal yang sangat berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia di segala bidang. 

Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju disertai dengan akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang dimilikinya itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. 

Diantara ayat Al-Qur’an tentang akhlak yaitu:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” ( QS. An-Nahl: 90) 

Allah berfirman dalam surat al-Hajj ayat 77 
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”. 

Membahas manusia dari sisi etikanya biasanya dipakai dalam ilmu-ilmu sosial yang meletakkan manusia sebagai obyek penyelidikan. Sedangkan penyelidikan terhadap manusia sebagai sebuah ciptaan, akan memandang manusia dari sudut pandang penciptaannya (Tuhan) yang biasanya dipakai dan dikembangkan dalam ilmu agama. 

Akhlakul karimah yang lurus harus berdasarkan nilai-nilai Tauhid. Dalam arti sesuai dengan ketentuan Ilahiah yang memberikan tuntunan-tuntunan etika Islami. 

Oleh karenanya tauhid adalah esensi pengetahuan dan kebudayaan Islam (sesuai dengan ketentuan Allah) yang memberikan identitas dan mengikat semua unsur-unsur kebudayaan menjadi utuh. Unsur-unsur itu tidak terlepas dari tauhid sebagai sumbernya. Figur sentral sosok mulia adalah Nabi Muhammad SAW. 

Di samping kenabian dan kerasulannya, beliau merupakan negarawan dan panglima perang, sebagai pemimpin dan pendidik yang cemerlang. Para sahabat banyak yang dididik oleh Rasulullah SAW. 

Mereka dididik menjadi Tauhidullah yang taat, setia kepada Rasulullah, kasih sayang kepada sesama dan saling menghargai, mencintai ilmu, penuh tanggung jawab, berani karena benar, toleransi dan pemaaf. 

Demikian pula kepada anak-anak, kita tanamkan akhlak yang diajarkan nabi dan sahabat-sahabatnya untuk menghormati orang tua, kewajiban belajar dan sopan santun. 

Muhammad sebagai Rasulullah adalah figur untuk semua orang beriman, dari anak-anak sampai orang dewasa, dari semua tingkat dan golongan. Beliau tegaskan bahwa dirinya diutus oleh Allah dalam rangka untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (budi pekerti yang tinggi nan agung). Eksistensi manusia yang diungkapkan Al-Qur’an sebagai nafs, sesungguhnya mengandung arti sebagai diri atau keakuan.

Manusia sebagai makhluk yang beraktifitas membentuk kepribadian dalam tindakan dan tingkah laku. Dalam hal itu merupakan bentuk aktifitas murni manusiawi. 

Oleh karena itu, pemahaman nafs ada hubungan dengan budaya dan akhlak/etika manusia, hal ini karena akhlak atau etika manusia itu merupakan wujud penjelmaan pada diri manusia yang suka beraktifitas dan bertingkah polah. 

Konsep-konsep Al-Qur’an tentang akhlakul karimah merupakan aktifitas kreatif dalam upaya pembentukan tingkah laku yang fitrah, dan pada intinya ini termasuk bagian tugas hidup manusia untuk menyebarkan kehidupan yang mulia dari sisi moral dan etikanya. 

Tingkah laku manusia dalam hal akhlaknya merupakan bagian dari konsep sosiologis. Dalam konsep sosiologi, etika dan tingkah polah manusia pada dasarnya adalah merupakan proses perwujudan eksistensi manusia dalam hal cara hidup manusia menghadapi persoalan - persoalan yang dihadapinya. 

Konsep-konsep pendidikan akhlakul karimah kiranya dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah firman Tuhan yang isinya sebagai petunjuk bagi manusia. 

Dalam pemahaman ini dapat dibuktikan pada beberapa ayat yang menjelaskannya. Dalam Al - Qur’an terdapat beberapa fungsi diturunkannya, diantaranya sebagai nur mubin, hudan, syifa, basyir atau pembawa berita gembira dan nadzir atau pembawa berita peringatan.

Dalam Islam, yang menjadi dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa sifat seseorang itu baik atau buruk, adalah Al - Qur’an dan Sunnah Rasulullah. 

Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya apa yang buruk menurut Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, berarti itu tidak baik dan harus dijauhi. 

Pribadi Nabi Muhammad SAW adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk pribadi seseorang. Demikian juga para Sahabat Rasulullah SAW dapat dijadikan figur teladan, karena mereka semua mempedomani isi Al-Qur’an dan Sunnah-sunnah Nabi. 

Jika ada orang yang menjadikan dasar akhlak itu adat kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat, maka untuk menentukan atau menilai baik-buruknya adat kebiasaan itu harus dinilai dengan norma-norma yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. 

Jika sesuai  dengan kedua norma ini maka harus dipupuk dan dikembangkan. Sebaliknya jika tidak sesuai maka harus ditinggalkan dan dijauhi.

Sangatlah jelas bahwa dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengandung pokok-pokok akidah kegamaan, keutamaan akhlak, prinsip-prinsip dan tata nilai perbuatan manusia. 

Mengenai pembinaan akhlak dapat dijelaskan pendapat Ath-Thabataba’i sebagai berikut:

Pertama, menurut petunjuk Al-Qur’an dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. 

Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu. 

Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi dan dorongan hawa nafsu.

Blog : Surau Tingga || Judul : Dasar-dasar Akhlak Islami


Tidak ada komentar:

Posting Komentar